Jambi-Hari ini pada Jumat 8 Juli 2022 lalu, satu tahun megenang peristiwa berdarah penuh sadisme yang terjadi kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang meninggal tak wajar di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo saat itu. Hari, 8 Juli 2023, satu tahun sudah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat berada di alam baka.
Makam Jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Muarojambi, Provinsi Jambi, menjadi saksi bisu peristiwa yang menjadi perhatian rakyat Indonesia.
Pada momentum hari Bhayangkara Polri 1 Juli 2023 lalu, keluarga Almarhum mengenang almarhum Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan berjiarah memanjatkan Doa. Keluarga Samuel Hutabarat/ Rosti Simanjuntak mengenang sosok Yosua sebagai anak yang baik dan peduli keluarga.
Sebelumnya, kakak almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat Yuni Artika Hutabarat telah melangsungkan pernikahan, Kamis (29/6/2023). Yuni Artika Hutabarat dipersunting oleh Josua Crystopel Pangihutan Sitorus.
Pada saat pernikahan itu, kekasih almarhum Yosua yakni Vera Simanjuntak juga datang memberikan ucapan selamat berbahagia kepada kedua pengantin.
Keduanya melangsungkan pernikahan di Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, dipimpin oleh Pendeta Victor Albert Tanggela.
Kedua mempelai mengucapkan janji nikah, pemakaian cincin pernikahan, pemberkatan pernikahan dan sungkem kepada kedua orang tua dari keluarga Hutabarat dan Sitorus.
Terlihat seluruh keluarga dari almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menghadiri pemberkatan pernikahan di Gereja ini, kedua adiknya Reza dan Devi Hutabarat serta kedua tantenya Roslin Emika Simanjuntak dan Rohani Simanjuntak.
Pesta adat Batak pernikahan keduanya diadakan di Gedung Poriendas, Desa Suka Makmur, Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Kamis (29/6/2023). Bahkan Kamaruddin Simanjuntak dan Tim Pengacara keluarga hadir di Sungaibahar mengucapkan selamat berbahagia kepada keluarga.
Inmemoriam Yosua Hutabarat
Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat adalah anggota Bareskrim Polri, merupakan sniper saat bertugas di satuan Brimob Polda Jambi. Almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat anak kedua dari empat ( 2 laki-laki, 2 perempuan) bersaudara ini, lahir di Jambi pada tanggal 20 November 1994 dari pasangan Samuel Hutabarat/ Rosti Simanjuntak. Adiknya bernama Reza Hutabarat juga menjadi seorang anggota Polri sebelumnya bertugas di Mabes Polri dan kini dimutasi ke Polda Jambi.
Yosua Hutabarat masuk pendidikan Brimob pada Tahun 2012, kemudian kembali ke Jambi dan berdinas di Pamenang, Kabupaten Sarolangun. Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat bertugas selama 3 tahun di Pamenang, Sarolangun.
Saat bertugas di Pamenang, menjalin hubungan cinta dengan kekasihnya bernama Vera Simanjuntak (Bidan Desa). Bahkan Yosua pernah berencana menikah dengan kekasihnya Vera Simanjuntak yang setia menantinya. Namun takdir berkata lain, Yosua Hutabarat meninggal tak wajar di rumah sang komandannya Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta, Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Cerita dari Samuel Hutabarat, anaknya merupakan sniper, dan kerap ditempatkan di titik rawan, baik dalam perayaan hari besar agama dan Pemilu. “Dia bilang dan kawan-kawannya juga bilang kalau dia sniper yang khusus ditempatkan di titik rawan,” kata Samuel Hutabarat saat diwawancara wartawan baru-baru ini.
Kata Samuel Hutabarat, setelah dinas 3 tahun di Pamenang, Sarolangun, Brigpol Nofriansyah Joshua Hutabarat kemudian ditarik sebagai Provos di Mako Brimob Polda Jambi. Setelah 3 tahun menjadi Provos, Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat kemudian ditarik ke Mabes Polri untuk seleksi menjadi ajudan di Mabes Polri.
Samuel Hutabarat mengatakan, dengan proses tersebut, putranya lulus dengan proses penjaringan yang sangat ketat.
Sementara Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat dikenang oleh sabahat serta guru saat bersekolah di SMA N 4 Muarojambi, memiliki kepribadian baik, positif dan tidak memiliki perilaku nakal.
Kenangan para sahabat dan guru di sekolah ini menggambarkan sifat asli Nofriansyah Joshua Hutabarat saat kecil dan saat bersekolah. Dalam kasus ini, mereka tidak mempercayai tuduhan yang diberikan kepada Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Demikian diungkapkan Andriani, Wali Kelas Nofriansyah Yosua Hutabarat saat sekolah di SMAN 4 Muarojambi, lulus Tahun Ajaran 2011/2012.
Meninggal Tak Wajar
Seperti diberitakan sebelumnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal tak wajar di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022 pukul 17.00 WIB. Jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah dikebumikan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Muarojambi, Provinsi Jambi, Senin (11/7/2022).
Kemudian pengangkatan jenazah atau ekshumasi Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Muarojambi, Provinsi Jambi, telah dilakukan Rabu (27/7/2022) pagi guna penyidikan kasus pembunuhan berencana.
Sebelum proses ekshumasi, dilakukan doa bersama yang dihadiri seluruh keluarga Samuel Hutabarat/Rosti Simanjuntak, Bripda Reza Hutabarat (adik almarhum), tim kuasa hukum keluarga Kamaruddin Simanjuntak, Nelson Simanjuntak, Martin Lukas Simanjuntak, Jhonson Panjaitan, Mansur Febrian, dan keluarga besar PBB Jambi serta pihak kepolisian yang hadir.
Usai proses ekshumasi dilanjutkan autopsi ulang jenazah Brigadir Yoshua di RSUD Sungai Bahar, Muarojambi, Provinsi Jambi, Rabu (27/7/2022) hingga Pukul 13.00 WIB. Autopsi ulang melibatkan sejumlah dokter forensik dari berbagai rumah sakit dan universitas yang dipimpin oleh Kepala Departemen Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Ade Firmansyah Sugiharto.
Meninggal tak wajar Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah menyita perhatian publik sejak Senin (11/7/2022) hingga proses persidangan berlanjut.
Ferdi Sambo. |
Vonis Mati
Pada kasus pembunuhan berencana Yosua Hutabarat, menyeret empat lima terpidana yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir Ricky Rizal, Khuat, Irjen Ferdy Sambo, Istru Ferdi Sambo, Putri Candrawathi.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucapnya melanjutkan. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup. Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi, serta dua ajudannya, yaitu Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR.
Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Ferdy Sambo Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Sementara mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Albertina Ho, menyebutkan, butuh waktu panjang untuk mengeksekusi hukuman mati Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sebabnya, setelah vonis, masih ada proses hukum lain yang dapat ditempuh oleh terdakwa sebelum putusan tersebut inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Kalau dikatakan itu proses ini masih sangat jauh, masih jauh sekali, saya katakan masih lama sekali," kata Albertina di program Rosi Kompas TV, Februari 2023.
Setelah hakim menjatuhkan vonis, terdakwa berhak mengajukan banding di Pengadilan Tinggi. Terkini, Ferdy Sambo dan tiga terdakwa pembunuhan berencana terhadap Yosua lainnya telah mengajukan banding atas vonis masing-masing, namun banding mereka ditolak.
Jika terdakwa masih tak terima dengan hasil banding, dia bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Memang, setelah proses kasasi, hukuman dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Namun, setelah itu, terpidana masih bisa mengajukan peninjauan kembali atau PK. "Dan PK bisa diajukan beberapa kali," terang Albertina.
Dengan panjangnya prosedur hukum ini, Albertina memprediksi, eksekusi hukuman mati terhadap Sambo masih sangat lama. Bahkan, sudah lazim terpidana mati harus menunggu hingga bertahun-tahun hingga akhirnya dieksekusi.
"Saya pernah bertugas di PN Cilacap, di Lapas Nusakambangan, itu kan termasuk wilayah kami untuk melakukan pengawasan dan pengamatan, banyak yang sudah 10 tahun belum dieksekusi," ungkap Hakim Pengadilan Tinggi Nonaktif itu.
Di sisi lain, Albertina menyebutkan, aturan baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membuka celah bagi mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lolos dari eksekusi hukuman mati.
Dalam aturan baru KUHP disebutkan bahwa terpidana hukuman mati menjalani masa percobaan selama 10 tahun. Jika dalam rentang waktu tersebut terpidana berkelakuan baik, dia mungkin mendapat keringanan hukuman menjadi pidana seumur hidup.
KUHP baru itu berlaku mulai 2026 mendatang. Menurut Albertina, jika sampai masa berlakunya KUHP tersebut putusan Sambo belum inkrah, maka bisa saja hukumannya merujuk pada KUHP baru sehingga terbuka celah lolos dari eksekusi hukuman mati.
"Peluang (lolos dari vonis mati) itu ada, saya tidak berani memastikan, tapi saya katakan peluang itu ada," tutur anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Sementara, vonis ringan dijatuhkan terhadap Richard Eliezer atau Bharada E. Hakim memutuskan menghukum Richard pidana penjara 1 tahun 6 bulan, jauh di bawah tuntutan jaksa yakni pidana penjara 12 tahun.
Atas vonis hakim tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf mengajukan banding. Banding juga diajukan oleh Kejaksaan Agung.
Pada saat bersamaan, Kejaksaan Agung memutuskan tidak mengajukan banding atas vonis Richard Eliezer meski putusan mantan ajudan Ferdy Sambo itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa.
Peran Tante Yosua
Terungkapnya kasus pembunuhan Brigpol Yosua Hutabarat, tidak terlepas dari keberanian dua tantenya Yosua, Rohani Simanjuntak dan Roslin Emika Simanjuntak. Kedua adik ibunda Yosua Hutabarat (Rosti Simanjuntak) ini, berani menunjukkan kejanggalan-kejanggalan yang ada pada jenazah Yosua saat tiba di Sungaibahar.
Bahkan Rohani Simanjuntak kerap melakukan siaran langsung lewat akun media sosial (FB) sejak jenazah Yosua tiba di Sungaibahar. Bahkan proses pembukaan peti jenazah yang tadinya dilarang, akhirnya bisa dibuka berkat kegigihan Rohani Simanjuntak dan adiknya Roslin Emika Simanjuntak.
Keberanian keluarga besar Samuel Hutabarat/ Rosti Simanjuntak mengungkap ketidak wajaran kematian anak mereka Yosua Hutabarat, mendapat sambutan luarbiasa dari rakyat Indonesia hingga Presiden Jokowi. Bahkan Kapolri juga mengapresiasi keluarga dalam menuntut transparansi dalam proses pengungkapan kasus pembunuhan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hari ini Sabtu 8 Juli, mengingatkan kita peristiwa Jumat 8 Juli 2022 lalu, gugurnya seorang anggota Polri dengan tak wajar oleh komandannya sendiri. Semoga peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi dan sebagai pintu perubahan bagi Polri agar lebih Presisi. Semoga. (Matra/Berbagaisumber/AsenkLeesaragih)
Berita Terkait Peristiwa Yosua Hutabarat
Makam Alm Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat. |
Roslin Emika Br Simanjuntak bersama Jurnalis Tribun Jambi R Tondang. |
Saat Proses Penyidikan Kasus Pembunuhan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat. |
Kamaruddin Simanjuntak saat singgah ke Sungaibahar saat pernikahan Kakak Alm Yosua Hutabarat (Yuni Hutabarat). |
Rohani Simanjuntak (kiri) dan Roslin Emika Br Simanjuntak. |
Roslin Emika Br Simanjuntak (Tantenya Alm Josua Hutabarat) dan Asenk Lee Saragih di Pesta Pernikahan Hans Tondang dgn Br Situmorang, Gedung Asiniroha Kota Jambi, Kamis (8/6/2023). |
0 Komentar