BERITA TERKINI

6/recent/ticker-posts

Selamat Ulang Tahun Ke 71 St Sahala Tua Saragih (Op Rafael Doli) dan HUT 65 St DR Bonarsius Saragih Manihuruk


JAMBI-Segenap Pomparan St Efraim Moradim Manihuruk (+)/ RP Br Haloho (+) Hutaimbaru, Kabupaten Simalungun mengucapkan Selamat Ulang Tahun Kepada Op Gabriano Doli St DR Bonarsius Saragih Manihuruk (16 Maret 2024) dan Op Rafael Doli St Dra Sahala Tua Saragih Manihuruk (17 maret 2024). Semoga Sehat-Sehat Selalu, Jorgit Sayur Matua.






******

Berikut Dibawah Ini Rangkuman Berita Profile St Sahala Tua Saragih dari berbagai sumber, untuk diketahui para Cucu-Cicit Inang Hutaimbaru.

Sahat Sahala Tua Saragih, Sang Favorit

SAHAT Sahala Tua Saragih yang biasa disapa Bang Sahala adalah salah satu dosen di Prodi Jurnalistik Fikom Unpad. Sahala sudah mengajar di Fikom sejak tahun 1987, setelah pembredelan Sinar Harapan. Sahala dikenal sebagai “Dosen Legendaris” karena ia menuntut kesempurnaan ejaan bahasa dalam tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswanya.

Sahala yang sejak kecil sudah terbiasa membaca koran, mengaku banyak mengalami suka dan duka selama menjadi jurnalis dan akademisi. Ditanya tentang alasannya menjadi seorang jurnalis, Sahala mengatakan bahwa ia terinspirasi dari guru mata pelajaran geografi saat duduk di bangku SMA. 

Gurunya yang juga berprofesi sebagai jurnalis sering menceritakan pengalamannya sebagai jurnalis kepada murid-muridnya. Hal itulah yang membuat Sahala tertarik dengan bidang jurnalistik dan mulai berlangganan Kompas saat masih kelas dua SMA, yang mungkin menjadikannya sebagai satu-satunya siswa SMA yang berlangganan koran di Pematang Siantar.

Sahala bahkan sudah bekerja part-time di beberapa surat kabar dengan menulis artikel saat ia masih kuliah. Sahala mengaku bahwa biaya kuliahnya dicari sendiri olehnya, dengan bekerja sebagai tukang foto bersama saudaranya dan menulis artikel.

Setelah lulus kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad pada tahun 1982, Sahala sepenuhnya menjadi jurnalis. Pertama kali ia bekerja di surat kabar Suara Karya selama enam bulan dan di surat kabar sore Sinar Harapan hingga surat kabar itu dibredel pada 9 Oktober 1986. Tetapi, dua bulan sebelum pembredelan itu, Sahala sudah mengikuti ujian untuk menjadi dosen di Unpad.

Sahala kembali ke kampus FIkom Unpad pada 1987 sebagai seorang dosen sambil tetap menjadi jurnalis dengan alasan bahwa ia tidak ingin pindah ke Jakarta. Padahal di luar Jakarta, jurnalis tidak pernah menjadi karyawan tetap, hanya sebatas honorer. Sahala yang merasa betah di Bandung tetap bertahan tinggal di kota ini sampai sekarang.

Berbicara tentang suka dan duka selama menjadi jurnalis dan dosen, tentu saja Sahala lebih senang ketika menjadi jurnalis. Pengalaman yang paling disenangi Sahala selama menjadi jurnalis adalah ketika beritanya dapat mengguncang istana Presiden dan pemerintahan karena dulu ia memang sering menulis berita yang menyinggung kekuasaan Presiden. 

Sehingga berita itu sering membuat pemred-nya kewalahan. “Padahal saya hanya orang kecil yang tinggal di gang sempit. Tapi berita saya dapat mengguncang Jakarta, istana kepresidenan. Tinggal boleh di gang sempit tapi otak jangan sempit,” kenang Sahala sambil tertawa saat ditemui di ruang Prodi Jurnalistik Fikom Unpad.

 
Bersama mahasiswa selepas sidang skiripsi (Foto Ist).

Sayang, surat kabar sore Sinar Harapan dibredel oleh pemerintah pada masa itu, sehingga Sahala kembali ke almamaternya. Padahal, jika saja surat kabar sore Sinar Harapan tidak dibredel, mungkin Sahala sampai saat ini masih menjadi jurnalis di sana. 

Itulah salah satu kedukaannya selama menjadi jurnalis. Kemudian, kedukaannya selama menjadi jurnalis adalah bahwa ia tidak kunjung diangkat menjadi karyawan tetap, hanya menjadi honorer. “Yang ada hanya kewajiban, hak nggak ada. Yang ada hanya hak honorer per berita, dan menurut saya itu melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan. Berkali-kali saya protes, tidak dikabulkan,” ujar Sahala.

Sementara, kesukaan Sahala dengan menjadi dosen adalah ketika ia dapat membagikan pengalamannya kepada para mahasiswa. “Saya suka berbagi pengalaman dengan mahasiswa, saya kan mengajar mata kuliah praktik di bidang media massa cetak karena itu keahlian saya. Jadi saya bisa berbagi pengalaman yang tidak ada di buku-buku.” tambah Sahala.

Sahala sangat menekankan untuk rajin membaca kepada mahasiswanya. Banyak mahasiswa yang telah lulus dan bisa dibilang telah menjadi orang sukses mengapresiasi Sahala lewat tulisan mereka, bahkan di ucapan terima kasih skripsi mereka. 

Rasa terima kasih itu tentu saja karena banyaknya pengalaman dan pengajaran yang diberikan Sahala kepada mahasiswa-mahasiswanya. Bahwa Sahala selalu mengingatkan untuk selalu berkarya dan mengirimkannya ke surat kabar agar tulisan mereka bisa dimuat.

Penyesalan Sahala sampai sekarang ini adalah dia belum sempat menulis buku. Padahal sudah ada penerbit yang selalu menunggunya untuk menulis karya sebuah buku. Harapan Sahala untuk mahasiswa Fikom adalah agar selalu membaca dan menulis.

“Ya, harapan saya sebenarnya bisa lebih daripada saya. Tetap membaca dan menulis, itu yang lebih utama. Yang bikin patah semangat itu, sudah saya dorong-dorong tapi kok tidak terdorong,” tambah Sahala saat mengomentari mahasiswanya. Sahala juga mengatakan, mungkin yang masih membuatnya bersemangat mengajar dan memberikan ilmunya adalah masih ada segelintir orang di kampus Fikom Unpad yang masih bergairah belajar, membaca, dan menulis. (Dwi Nicken Tari)

Sahat Sahala Tua Saragih, Seorang Legenda Jurnalistik Fikom UNPAD

‘Ibu mau kemana?,mau mengajar?, mengajar apa?, mengajar Bahasa Indonesia?’

Petikan pertanyaan diatas mungkin seringkali terlontar dari mulut dosen maupun guru.

Sesaat tidak ada yang aneh dari pertanyaan diatas, namun tidak menurut Pak Sahala, ia begitu kritis dan menurutnya jawaban tadi salah. Pertanyaan ‘mau kemana’ yang dijawab ‘mau mengajar ‘ adalah keliru, menurutnya jawaban paling tepat adalah ‘ke kelas’. Dan pertanyaan ‘mengajar apa’ yang dijawab ‘mengajar bahasa indonesia’ juga sebuah kesalahan, jawaban paling tepatnya adalah ‘mengajar manusia’.

Tegas, keras, teguh pendirian, itulah menurut banyak mahasiswa Jurnalistik FIKOM UNPAD mengenai sosok ini. Tidak pernah terlambat, selalu memberikan tugas, dan tidak pernah bolos adalah beberapa karakteristik lain dari pemilik nama lengkap Sahat Sahala Tua Saragih ini.

Tulisannya seringkali menghiasi beberapa rubrik koran-koran di Indonesia, bahkan melebihi seorang Dekan FIKOM UNPAD sekalipun. Tulisannya banyak dimuat di koran Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan dan Sinar Harapan. Apa yang ia tulis kebanyakan pemikirannya yang begitu kritis namun tetap santun untuk dibaca.

Beberapa waktu yang lalu tulisannya yang berjudul ‘Latah Membuat FIKOM’ memang menyentil Perguruan Tinggi yang hanya mengedepankan profit tanpa melihat prestasi dan kualitas. Tulisan mengenai kematian Sophan Sophian yang berjudul ‘Untung Kita (Pengendara) Bodoh’ mengkritisi tentang sifat manusia yang selalu menerima takdir yang ada dan pasrah begitu saja.

Dosen Jurnalistik ini begitu peduli terhadap masa depan mahasiswanya, namun karena sifatnya itu banyak yang mahasiswa yang berkata kalau masuk kelas Pak Sahala berarti ujian mental. Tapi hal ini menurut beberapa dosen yang dulu menjadi murid Pak Sahala, hal ini akan membawa sesatu yang positif dikehidupan mahasiswanya nanti.

Dosen yang akrab disapa ‘Abang’ ini selalu memberikan tugas kepada mahasiswanya. Mulai dari membaca sebuah artikel di majalah, hingga membuat rangkuman sebuah buku langka. Menurut beberapa mahasiswa memang berat, tapi pasti ada manfaatnya dikemudian hari.

Pak Sahala memulai karirnya sebagai dosen di FIKOM UNPAD pada tahun 1987. Masa-masa kecilnya ia habiskan di kampung halamannya di pinggiran Danau Toba dan bersekolah di Sekolah Rakyat yang pada saat itu pendidikan masih gratis segalanya. SMP dan SMA ia melanjutkan ke Pematang Siantar. 

Mulai saat itu ia mulai mandiri karena sudah berpisah dengan kedua orangtuanya. Melajutkan kuliah ke Kota Bandung adalah hal yang mungkin tidak pernah terfikirkan bagi mantan wartawan Majalah Tempo ini.

Ya, siapa yang tidak kenal seorang S. Sahala Tua Siragih di FIKOM UNPAD, ia akan menjadi legenda di sana.
St Saha Tua Saragih, steri: Shinta Uris boru Sipayung, Anak: Riswan Harapan Saragih dan Dian Madonna boru Saragih.

Biodata Singkat

Sapaan akrab: Sahala/Abang

Tempat lahir: Kampung Huta Imbaru, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Hari dan tanggal lahir: Selasa petang, 17 Maret 1953.

Pendidikan:
Sekolah Rakyat (SR) Negeri Huta Imbaru (lulus pada 1965)
SMP Negeri 4 Pematang Siantar (lulus pada 1969)
SMA Negeri 2 Pematang Siantar (lulus pada 1972)
Fakultas Publisistik (kini Fakultas Ilmu Komunikasi), Jurusan Jurnalistik, Universitas Padjadjaran Bandung (lulus pada 1982)
Program Pascasarjana (S2) Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad (lulus pada 2012)
Program Pascasarjana (S3) Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Jatinangor (2013-…)

Pekerjaan:
Dosen Prodi Jurnalistik, Fikom Unpad (Januari 1987-sekarang-2017)
Wartawan pada 1978-2002 di MBM Tempo, Suara Karya, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Jayakarta, dan Mutiara.

Menulis artikel opini sejak Juni 1977 hingga kini di berbagai koran dan majalah antara lain Sinar Harapan, Suara Karya, Berita Buana, Pelita, Prioritas, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Koran Sindo, Republika, Kompas Jabar, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Analisa (Medan), Sinar Indonesia Baru (Medan), Bandung Pos, dan Galamedia Bandung.

Alamat Posel: sahalasaragih@yahoo.com
Media sosial: Sahala Tua Saragih (FB dan Twitter)

Keluarga
Isteri: Shinta Uris boru Sipayung
Anak: Riswan Harapan Saragih dan Dian Madonna boru Saragih
Menantu: Yohanna Liem
Cucu: Rafael Ryo Saragih dan Clarissa (Chacha) boru Saragih.


Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar